PBF (Pedagang Besar Farmasi) adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan perundangan. Apotek perlu memilih PBF yang tepat agar memperoleh sediaan farmasi yang terjamin keaslian, legalitas, dan kualitasnya, serta datang tepat waktu dalam jumlah yang tepat sesuai dengan permintaan surat pesanan apotek. Sehingga nantinya, masyarakat terlindungi dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat. Berikut hal-hal yang harus menjadi pertimbangan apotek dalam memilih distributor atau pedagang besar farmasi yang tepat di apotek.
Legalitas PBF
Menurut Permenkes Nomor 34 Tahun 2014, PBF harus mempunyai penanggung jawab yaitu seorang Apoteker. Serta memiliki izin PBF dan sertifikasi CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Hal ini bertujuan untuk menjamin distributor telah diberi izin/kewenangan sesuai dengan peraturan. Sehingga sediaan farmasi tetap terjamin mutu, keamanan, dan khasiatnya hingga sampai ke masyarakat.
Pada tahun 2020, BPOM mencatat baru ada sekitar 2.081 PBF atau 63,7% dari total yang sudah mendapatkan sertifikat CDOB. Selain itu, mayoritasnya hanya tersebar di tiga wilayah yaitu Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Selain di tiga wilayah itu hanya ada 5% yang tersebar di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi apotek untuk memilih PBF yang sudah memiliki sertifikat CDOB. Bagaimana cara mengeceknya? Untuk mengecek apakah distributor sudah memiliki sertifikat CDOB atau belum, Anda bisa mengeceknya di halaman situs BPOM sertifikasicdob.pom.go.id.
Legalitas dan Kualitas Produk
Selanjutnya, apotek perlu memperhatikan kualitas produk yang ditawarkan agar terhindar dari obat palsu, obat ilegal, dan obat substandar. Pastikan produk sudah memiliki izin edar NIE (nomor izin edar) dari BPOM. Anda dapat mengecek legalitas produk dengan mengecek informasi izin edar produk melalui halaman web cekbpom.pom.go.id . Di halaman ini, Anda dapat mengecek legalitas produk farmasi yang meliputi obat, obat tradisional, obat kuasi, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan dengan memasukkan nama ataupun merk produk. Selain itu, Anda juga dapat menggunakan aplikasi BPOM mobile yang dapat diundur di Playstore/Appstore. Dengan aplikasi BPOM mobile, Anda dapat mengecek legalitas dan informasi registrasi produk dengan memindai kode QR atau kode batang yang ada pada kemasan produk.
Pastikan juga produk dari PBF dalam kondisi baik, stabilitas terjaga, kemasannya baik, tidak rusak, dan masih jauh dari waktu kadaluwarsanya.
Kualitas Pelayanan PBF
Pelayanan berkaitan dengan bagaimana respon PBF dalam melayani permintaan apotek. Apotek perlu mempertimbangkan kualitas pelayanan PBF. Seperti respon kecepatan dalam mengirimkan produk, ketepatan dalam melayani pesanan, komunikasi jika stok produk kosong, dan pelayanan setelah pembelian seperti respon ketika apotek ingin meretur produk. Hal ini penting untuk menjalin kerjasama yang berkelanjutan antara apotek dan PBF dalam pengadaan produk.
(Baca juga : Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek)
Harga Kompetitif
Harga produk menjadi hal yang perlu dipertimbangkan untuk memaksimalkan keuntungan apotek. Namun, pastikan juga Anda teliti dan tidak mudah tergiur dengan penawaran harga terlalu rendah dengan tetap memperhatikan legalitas dan kualitas produknya. Anda dapat memilih PBF yang menawarkan harga kompetitif atau casback/potongan harga, atau yang sering menawarkan harga diskon khusus pembelian jumlah tertentu. Dengan menekan harga beli, apotek dapat mengoptimalkan mark up produk sehingga meningkatkan keuntungan apotek.
Dengan memanfaatkan software Apotek Digital, pebisnis apotek dapat memanfatkan fitur ‘Analisis Perbandingan Harga Supplier’. Apotek dapat dengan mudah membandingkan harga produk berdasarkan riwayat pembelian sebelumnya. Dengan begitu, apotek dapat memilih PBF dengan harga terbaik.
Kebijakan Retur Produk
Retur atau pengembalian produk bisa terjadi sesaat setelah penerimaan produk atau di kemudian hari. Sesaat setelah pembelian biasanya terjadi karena salah produk, kemasan produk rusak, salah jumlah produk, dan tidak sesuainya Surat Pesanan dengan produk yang datang. Sedangkan di kemudian hari, biasanya terjadi karena produk mendekati kadaluwarsanya. Apotek perlu memiliki prosedur agar produk tidak kadaluwarsa di apotek diantaranya mempunyai sistem untuk mendeteksi produk mendekati ED (expired date) dan kesepakatan persyaratan dan mekanisme retur produk dengan PBF. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana kebijakan retur produk dari PBF. Pastikan PBF mengizinkan adanya retur (sesuai dengan peraturan dan kesepakatan), misalnya PBF dapat menerima retur maksimal 6 bulan sebelum produk ED, PBF bisa mengganti produk dengan ED yang lebih panjang. Tentu hal ini penting, untuk menghindari kerugian apotek karena produk yang kadaluwarsa.
Dengan memanfaatkan software Apotek Digital, pebisnis apotek dapat dengan mudah mendeteksi produk yang mendekati ED (3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, maupun custom). Pencatatan informasi produk juga lengkap, seperti dari PBF mana, kapan ED dan nomor batch-nya. Sehingga memudahkan apotek untuk menentukan strategi penjualan maupun melakukan retur produk kepada PBF.
Referensi :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019, Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
BPOM Pacu Sertifikasi Distribusi Obat [artikel] diakses dari https://kemenperin.go.id/artikel/21542/BPOM-Pacu-Sertifikasi-Distribusi-Obat